Chapter 4 SKEMA

By | 11/12/2019 06:21:00 AM Leave a Comment

4. ASAP
Irwan menarik lengan jaket Mega kuat-kuat, membawanya ke salah satu ruangan yang tidak terkena dampak hujan dari fire sprinkler.
“Irwan! Are you out of your mind?! Kita harus ke lapangan!” berontak Mega yang kebingungan dengan tindakan Irwan.
Irwan menarik ujung depan jilbab Mega, membuatnya makin kesal dan penuh tanda tanya.
“Kuliah satu semester di luar negeri membuatku lebih mengerti prosedur evakuasi, tolol!”
Mega masih mengernyit.
Sudah dua tolol dia lontarkan padaku hari ini
Look! Apakah kau ada melihat lampu mati terlebih dahulu kemudian hidup kembali tadi? Setidaknya jika penyebab kebakaran adalah konsleting, listrik utama akan mati diganti dengan emergency…”
“Tapi bisa aja ini bukan karena konsleting, Irwan sotoy!”
“Jangan potong penjelasan aku dulu, Meg!” Irwan geram ingin menarik ujung jilbab Mega lagi.
“Fire sprinkler hidup di daerah yang terdeteksi asap, apa kau melihat ada asap?”
Mega terdiam segenap dengan mata yang berkedip-kedip, menandakan dia sedang akan menyetujui dugaan yang juga Irwan pikirkan.
“Aku akan memaafkan dua kata tolol yang kau lontarkan pagi ini, Wan. Kau jenius!” pujinya tanpa ragu.
“Baiklah, apa yang selanjutnya akan kita lakukan?” tanya Mega dengan mata berbinar-binar.
“Apa di dalam kepalamu sedang aktif mode dektektif hah? tanya Irwan penuh curiga.
Mega hanya membalas dengan senyum sumringah.
Sahabatnya ini memang tiada duanya
***
Mr. Andre meninggalkan Mr. Dimas menuju ruang control cctv untuk mengecek kembali ada atau tidaknya asap.
“Apa kalian melihat ada asap di dekat ruang amphitheater?” tanyanya kepada petugas.
“Tidak ada, Pak! Sepertinya ada error, kami akan coba tanyakan pada petugas security information.
“Mohon maaf bapak siapa?” tanyanya sesaat baru menyadari bahwa ia tidak mengenal pria yang asal masuk dan bertanya itu.
“Bapak tidak boleh seenaknya masuk ke sini!” katanya memperingatkan Mr. Andre yang sudah mengerti harus melangkah pergi, bukan karena ucapan petugas tadi, melainkan dia mendapati seorang wanita di sudut ruangan yang menatapnya tajam sambil---tersenyum penuh kemenangan.
Image Source : depositphotos

***
Mr. Dimas membuntuti Irwan dan Mega yang kelihatannya juga sadar dengan kesalahan alarm tadi.
Kedua bocah ini memang sesuai dengan apa yang dia pikirkan.
Lugu tapi nekat, pintar tapi ceroboh, mengagumkan sekaligus mengkhawatirkan
Dia berpikir keras sifat mana yang paling menonjol dari dua mahasiswa yang kebetulan bersahabat itu.
“Kau masih saja kelihatan bodoh, Dim!” seorang wanita menghentikan langkah Mr. Dimas.
“Sofi!”
“Berhentilah merekrut anak-anak polos dan buat mahasiswamu fokus mengerjakan proyek penelitian!” tambah wanita itu tanpa memperdulikan Mr. Dimas yang terkejut dengan keberadaanya.
“Apa kau sudah dipecat dari kementrian?” begitu sapaan yang selalu Mr. Dimas lontarkan kala kembali melihat Sofi.
Keduanya langsung berpelukan hangat menandakan sudah lama mereka tidak saling jumpa. Walaupun teknologi memunginkan tidak ada jarak antara yang dekat dengan yang jauh, baik Sofi maupun Mr. Dimas tidak bisa leluasa menggunakan manfaat itu, terlebih Sofi adalah salah satu pejabat kementrian yang sibuk.
Wajah teman yang pernah satu angkatan dengannya itu masih tetap cantik walaupun dark cirles mulai semakin jelas di bawah matanya.
“Apa yang membuatmu kemari, Sofi?” Mr. Dimas mulai membuka percakapan serius mengingat Sofi tidak mungkin membuntutinya tanpa ada hal yang penting.
“Aku yang membuat fire sprinkler itu aktif,” Ujar Sofi tanpa ada nada bersalah.
“Kau tahu aku melakukannya dengan alasan. Suka atau tidak, kau harus terima!” tambahnya.
“Apa maksudmu?” Mr. Dimas perlu penjelasan lebih walaupun dia menghormati keputusan sahabatnya yang pasti penuh dengan pertimbangan.
“Dia ada di sini. Kita harus fokus!”
Suara dering ponsel Mr. Dimas memecah ketegangan di antara mereka berdua.
Andre.
Dia sudah lebih dulu masuk ruang cctv. Aku rasa kita harus mundur sejenak.
Sofi mengisyaratkan kalau mereka berdua harus meninggalkan tempat dan meluruskan semuanya.
Sementara itu, Irwan dan Mega masih penasaran tentang sandiwara dalam seminar hari ini. Mereka sampai teras balkon, melongok ke orang-orang yang sudah berkumpul di lapangan. Para peserta seminar kelihatan jelas begitu tidak nyaman dengan baju mereka yang lembab dan berberapa perlengkapan mereka yang basah.
“Kau hutang budi berlipat ganda padaku hari ini!” kata Irwan sambil tersenyum sombong.
Mega tidak bisa menyela. Dia juga menyadari kebodohannya hari ini.
“Hey, Wan, bagaimana kau tau tentang nama-nama organisasi muslim itu? Aku kira kau tidak pernah tertarik dengan aktivis?!” giliran Mega yang membuat Irwan tersekat.
Aku seharusnya tidak ceroboh bicara tadi!
“Kau selalu menceritakan kontroversi mereka di telingaku, dan beberapa ada yang nyangkut!” jawab Irwan seenaknya.
“Tapi kau kelihatan tidak tenang saat seminar?” Mega masih menyelidik.
“Bukan seminar yang membuatku tidak tenang, tapi posisi duduk kita di barisan tamu VIP, tolol!”
Mega terdiam sejenak menatap Irwan. “Aku masih curiga kau mengetahui lebih banyak hal.”
“Tentu saja! Hari ini terlihat jelas IQ siapa yang lebih tinggi!”
Mega meninggalkan Irwan yang menertawakannya. Irwan senang sekali melihat ekspresi Mega ketika kesal. Irwan akan terus menggoda Mega untuk menyeimbangkan denyut jantungnya yang semakin berdebar. Irwan menyadari betul rasa tertariknya kepada Mega, namun dia harus kembali fokus pada misi yang harus dia tuntaskan.

Notes:
Halo, semua! Ini pertama kalinya aku membuat novel, doain aku ya untuk rajin update hehe

Novel ini berkisah tentang Mega yang mengalami konflik berfikir dalam dirinya. Belakangan ia sering dihinggapi "mengapa" pada berbagai aspek yang ia terima dan rasakan. Irwan yang ternyata punya misi tertentu, selalu menyempatkan diri menemani Mega menyelidiki berbagai hal ganjil. Sementara tanpa mereka sadari, gerak gerik mereka selalu diawasi. 


Newer Post Older Post Home

0 komentar: