4. ASAP
Irwan
menarik lengan jaket Mega kuat-kuat, membawanya ke salah satu ruangan yang
tidak terkena dampak hujan dari fire sprinkler.
“Irwan!
Are you out of your mind?! Kita harus
ke lapangan!” berontak Mega yang kebingungan dengan tindakan Irwan.
Irwan
menarik ujung depan jilbab Mega, membuatnya makin kesal dan penuh tanda tanya.
“Kuliah
satu semester di luar negeri membuatku lebih mengerti prosedur evakuasi, tolol!”
Mega
masih mengernyit.
Sudah dua tolol dia
lontarkan padaku hari ini
“Look! Apakah kau ada melihat lampu mati
terlebih dahulu kemudian hidup kembali tadi? Setidaknya jika penyebab kebakaran
adalah konsleting, listrik utama akan mati diganti dengan emergency…”
“Tapi
bisa aja ini bukan karena konsleting, Irwan sotoy!”
“Jangan
potong penjelasan aku dulu, Meg!” Irwan geram ingin menarik ujung jilbab Mega
lagi.
“Fire
sprinkler hidup di daerah yang terdeteksi asap, apa kau melihat ada asap?”
Mega
terdiam segenap dengan mata yang berkedip-kedip, menandakan dia sedang akan
menyetujui dugaan yang juga Irwan pikirkan.
“Aku
akan memaafkan dua kata tolol yang kau lontarkan pagi ini, Wan. Kau jenius!” pujinya
tanpa ragu.
“Baiklah,
apa yang selanjutnya akan kita lakukan?” tanya Mega dengan mata berbinar-binar.
“Apa
di dalam kepalamu sedang aktif mode dektektif hah? tanya Irwan penuh curiga.
Mega
hanya membalas dengan senyum sumringah.
Sahabatnya ini memang
tiada duanya
***
Mr.
Andre meninggalkan Mr. Dimas menuju ruang control cctv untuk mengecek kembali
ada atau tidaknya asap.
“Apa
kalian melihat ada asap di dekat ruang amphitheater?” tanyanya kepada petugas.
“Tidak
ada, Pak! Sepertinya ada error, kami akan coba tanyakan pada petugas security information.
“Mohon
maaf bapak siapa?” tanyanya sesaat baru menyadari bahwa ia tidak mengenal pria
yang asal masuk dan bertanya itu.
“Bapak
tidak boleh seenaknya masuk ke sini!” katanya memperingatkan Mr. Andre yang
sudah mengerti harus melangkah pergi, bukan karena ucapan petugas tadi,
melainkan dia mendapati seorang wanita di sudut ruangan yang menatapnya tajam
sambil---tersenyum penuh kemenangan.
***
Mr.
Dimas membuntuti Irwan dan Mega yang kelihatannya juga sadar dengan kesalahan
alarm tadi.
Kedua
bocah ini memang sesuai dengan apa yang dia pikirkan.
Lugu tapi nekat, pintar
tapi ceroboh, mengagumkan sekaligus mengkhawatirkan
Dia
berpikir keras sifat mana yang paling menonjol dari dua mahasiswa yang
kebetulan bersahabat itu.
“Kau
masih saja kelihatan bodoh, Dim!” seorang wanita menghentikan langkah Mr.
Dimas.
“Sofi!”
“Berhentilah
merekrut anak-anak polos dan buat mahasiswamu fokus mengerjakan proyek
penelitian!” tambah wanita itu tanpa memperdulikan Mr. Dimas yang terkejut
dengan keberadaanya.
“Apa
kau sudah dipecat dari kementrian?” begitu sapaan yang selalu Mr. Dimas lontarkan
kala kembali melihat Sofi.
Keduanya
langsung berpelukan hangat menandakan sudah lama mereka tidak saling jumpa.
Walaupun teknologi memunginkan tidak ada jarak antara yang dekat dengan yang
jauh, baik Sofi maupun Mr. Dimas tidak bisa leluasa menggunakan manfaat itu,
terlebih Sofi adalah salah satu pejabat kementrian yang sibuk.
Wajah
teman yang pernah satu angkatan dengannya itu masih tetap cantik walaupun dark cirles mulai semakin jelas di bawah
matanya.
“Apa
yang membuatmu kemari, Sofi?” Mr. Dimas mulai membuka percakapan serius
mengingat Sofi tidak mungkin membuntutinya tanpa ada hal yang penting.
“Aku
yang membuat fire sprinkler itu aktif,” Ujar Sofi tanpa ada nada bersalah.
“Kau
tahu aku melakukannya dengan alasan. Suka atau tidak, kau harus terima!”
tambahnya.
“Apa
maksudmu?” Mr. Dimas perlu penjelasan lebih walaupun dia menghormati keputusan
sahabatnya yang pasti penuh dengan pertimbangan.
“Dia
ada di sini. Kita harus fokus!”
Suara
dering ponsel Mr. Dimas memecah ketegangan di antara mereka berdua.
Andre.
Dia sudah lebih dulu masuk ruang cctv.
Aku rasa kita harus mundur sejenak.
Sofi
mengisyaratkan kalau mereka berdua harus meninggalkan tempat dan meluruskan
semuanya.
Sementara
itu, Irwan dan Mega masih penasaran tentang sandiwara dalam seminar hari ini.
Mereka sampai teras balkon, melongok ke orang-orang yang sudah berkumpul di
lapangan. Para peserta seminar kelihatan jelas begitu tidak nyaman dengan baju
mereka yang lembab dan berberapa perlengkapan mereka yang basah.
“Kau
hutang budi berlipat ganda padaku hari ini!” kata Irwan sambil tersenyum
sombong.
Mega
tidak bisa menyela. Dia juga menyadari kebodohannya hari ini.
“Hey,
Wan, bagaimana kau tau tentang nama-nama organisasi muslim itu? Aku kira kau
tidak pernah tertarik dengan aktivis?!” giliran Mega yang membuat Irwan tersekat.
Aku seharusnya tidak
ceroboh bicara tadi!
“Kau
selalu menceritakan kontroversi mereka di telingaku, dan beberapa ada yang
nyangkut!” jawab Irwan seenaknya.
“Tapi
kau kelihatan tidak tenang saat seminar?” Mega masih menyelidik.
“Bukan
seminar yang membuatku tidak tenang, tapi posisi duduk kita di barisan tamu
VIP, tolol!”
Mega
terdiam sejenak menatap Irwan. “Aku masih curiga kau mengetahui lebih banyak
hal.”
“Tentu
saja! Hari ini terlihat jelas IQ siapa yang lebih tinggi!”
Mega
meninggalkan Irwan yang menertawakannya. Irwan senang sekali melihat ekspresi
Mega ketika kesal. Irwan akan terus menggoda Mega untuk menyeimbangkan denyut
jantungnya yang semakin berdebar. Irwan menyadari betul rasa tertariknya kepada
Mega, namun dia harus kembali fokus pada misi yang harus dia tuntaskan.
Notes:
Halo, semua! Ini pertama kalinya aku membuat novel, doain aku ya untuk rajin update hehe
Novel ini berkisah tentang Mega yang mengalami konflik berfikir dalam dirinya. Belakangan ia sering dihinggapi "mengapa" pada berbagai aspek yang ia terima dan rasakan. Irwan yang ternyata punya misi tertentu, selalu menyempatkan diri menemani Mega menyelidiki berbagai hal ganjil. Sementara tanpa mereka sadari, gerak gerik mereka selalu diawasi.
Halo, semua! Ini pertama kalinya aku membuat novel, doain aku ya untuk rajin update hehe
Novel ini berkisah tentang Mega yang mengalami konflik berfikir dalam dirinya. Belakangan ia sering dihinggapi "mengapa" pada berbagai aspek yang ia terima dan rasakan. Irwan yang ternyata punya misi tertentu, selalu menyempatkan diri menemani Mega menyelidiki berbagai hal ganjil. Sementara tanpa mereka sadari, gerak gerik mereka selalu diawasi.
0 komentar: