SKEMA- Chapter 3 Kamuflase

By | 6/01/2019 07:49:00 PM Leave a Comment

3
Kamuflase
10 Tahun Lalu
Suatu hari di kelas Kimia Dasar, Dosen yang masih tampan walaupun dibalut usia 50an itu sedang bertanya di depan mahasiswa baru jurusan Teknik Kimia.


            “Apa yang membuat kalian berfikir kimia berbeda dari ilmu lainnya?”
            “Kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang molekul dan interaksi-interaksinya, Prof!” seorang mahasiswa yang berkacamata mengawali jawaban atas pertanyaan Prof. Sunyono.
            “Kimia menjadi jembatan untuk Fisika dan Biologi, Prof!” seru lainnya.
            “Dari kimia kita menemukan hormon penyebab cinta dan kasih sayang, Prof! jawab mahasiswa yang duduk di bangku belakang, mengurai ketegangan dalam kelas.
            Prof. Sunyono belum terlihat puas dengan jawaban para mahasiswa itu.
            Jawabannya masih terkesan mekanis, pikirnya.
            “Kimia mampu menjelaskan bahwa 2 ditambah 2 belum tentu 4, Prof.”
            “Bisa kamu jelaskan?” Profesor terlihat tertarik.
            “Begini Prof, dalam konsep reaksi pembatas, 2 molekul ditambah 2 molekul, misalnya 2 gram kalsium ditambah dengan 1 gram gas oksigen tidak serta merta menghasilkan 3 gram kalsium oksida, Prof. Kita perlu mengkonversikan massa ke dalam satuan mol agar didapatkan berapa banyak reaksi yang sebenarnya terjadi, dan apakah ada salah satu reaktan yang tidak habis bereaksi atau bersisa…”
            Rahang Profesor sedikit terangkat dan matanya sedikit menyipit, persis seperti gaya panahan yang tidak ingin tembakannya meleset. Sepanjang karirnya mengajar selama 20 tahun, hanya jawaban ini yang hamper tepat sasaran.
            Akhirnya ada mahasiswa yang benar-benar berfikir.
            “Terimakasih, nak! Jawaban kamu telah menggoyahkan pemikiran orang-orang yang selama ini mencirikan bahwa yang berbau kimia itu abstrak,” katanya.
            “Bahkan pada tahun 1940an,” tambahnya. “Seorang revolusioner pernah berkata ‘boleh jadi matematika lebih abstrak dibanding kimia’, misalnya pada aritmatika 2+2 = 4, maka tiada lagi kita pikirkan bahwa dua itu cuma bilangannya, nomornya, bukan bendanya itu sendiri. Sama halnya dengan hitam, ialah hanya warna barang, bukan barang itu.”
            “Bilangan itu sudah terpisah dari benda dan bisa mewakili semua benda. 2 itu bisa jadi 2 kerbau + 2 telur, kita tahu kalau 2 kerbau + 2 telur, kita tidak akan mendapatkan 4 kerbau atau 4 telur. Yang 4 itu cuma bilangan. Angka itu sendiri sudah abstrak”
            “Bukan maksud saya mengatakan matematika tidak berguna karena terpisah dari benda, tentu kita sadari banyak infrasruktur bisa terbangun karena perkembangan ilmu ini. Lewat penjelasan ini, saya tengah melatih anda cara berfikir,” Profesor meluruskan penjelasannya.
            “Berkuliah tidak serta merta menambah kecerdasan anda jika dalam kepala anda tidak membocongeni ‘mengapa dan bagaimana’ selama menyerap pengetahuan. Ilmu nantinya hanya akan menjadi kumpulan abstraksi tanpa manfaat.”
            Beberapa mahasiswa terlihat saling lirik, ada yang menggaruk kepala. Mungkin berfikir “Bagaimana ceritanya pertanyaan perbedaan ilmu kimia daripada ilmu lain bisa menyerempet ke jawaban semacam ini.”
            Apa otak kami yang sudah terlalu usang?!
            “Untuk kamu,” Profesor menunjuk ke arah mahasiswa yang cukup berhasil menjawab pertanyaannya tadi. “Setelah jam istirahat siang, temui saya di ruangan! Kamu berhak mendapat beasiswa dari Urafofu.”
            Sofi tidak pernah menyangka kalau jawabannya itu telah mengantarkannya terpilih mendapat hibah pribadi dari Prof. Sunyono. Tepuk tangan dan selamat dari teman-teman sekelas membuat euphoria dalam hatinya makin berdentum-dentum, di saat yang sama Profesor beranjak dari kelas tersebut.
***
            Ruangan amphitiater hening seakan ikut ngeri karena deretan pertanyaan tadi. Moderator menjadi canggung terlebih melihat ekspresi Profesor Mansur yang datar namun rahangnya terlihat sedikit menegang.
            Wait, what! Pertanyaan jitu macam apa ini Mega kelabakan sendiri dalam pikirannya.
            “Suka atau tidak inilah faktanya,” Profesor menjelaskan sebelum dipersilahkan oleh moderator. “Pemerintah yang nasionalis-sekuler tidak memilih tokoh Islam yang lebih dulu mengawali perjuangan lewat jalur pendidikan…”
            Suara beep yang khas dan mengganggu tiba-tiba terdengar dari Fire Detector.
            Peserta seminar mulai panik.
            Panitia mulai mepertanyakan, komplain kepada petugas keamanan, mengapa latihan keselamatan dimulai saat ada tamu penting.
            “Kita belum tahu ini latihan, Dek! Petugas lain tengah memeriksa, selama fire sprinkler tidak…”
            Fire sprinkler tiba-tiba aktif, menghujani koridor. Tanpa permisi, petugas masuk ke dalam amphitiater dan mengarahkan orang-orang untuk bergegas ke luar gedung.
            Profesor Mansur dinaikkan ke kursi roda agar bisa lebih cepat dievakuasi.
            Lelucon apalagi ini, gerutu Mr. Dimas.
            “Dim, apa menurutmu ini error system?” kata Mr. Andre mendatangi Mr. Dimas yang tetap berdiam diri.
            System was being hacked. Ada yang berkamuflase dalam gerakan kita. Hari ini mereka berhasil menggagalkan upaya kita!”    
           

Newer Post Older Post Home

0 komentar: