3
Kamuflase
10 Tahun Lalu
Suatu
hari di kelas Kimia Dasar, Dosen yang masih tampan walaupun dibalut usia 50an
itu sedang bertanya di depan mahasiswa baru jurusan Teknik Kimia.
“Apa yang membuat kalian berfikir
kimia berbeda dari ilmu lainnya?”
“Kimia adalah ilmu yang mempelajari
tentang molekul dan interaksi-interaksinya, Prof!” seorang mahasiswa yang
berkacamata mengawali jawaban atas pertanyaan Prof. Sunyono.
“Kimia menjadi jembatan untuk Fisika
dan Biologi, Prof!” seru lainnya.
“Dari kimia kita menemukan hormon
penyebab cinta dan kasih sayang, Prof! jawab mahasiswa yang duduk di bangku
belakang, mengurai ketegangan dalam kelas.
Prof. Sunyono belum terlihat puas
dengan jawaban para mahasiswa itu.
Jawabannya
masih terkesan mekanis, pikirnya.
“Kimia mampu menjelaskan bahwa 2 ditambah
2 belum tentu 4, Prof.”
“Bisa kamu jelaskan?” Profesor
terlihat tertarik.
“Begini Prof, dalam konsep reaksi
pembatas, 2 molekul ditambah 2 molekul, misalnya 2 gram kalsium ditambah dengan
1 gram gas oksigen tidak serta merta menghasilkan 3 gram kalsium oksida, Prof.
Kita perlu mengkonversikan massa ke dalam satuan mol agar didapatkan berapa
banyak reaksi yang sebenarnya terjadi, dan apakah ada salah satu reaktan yang
tidak habis bereaksi atau bersisa…”
Rahang Profesor sedikit terangkat
dan matanya sedikit menyipit, persis seperti gaya panahan yang tidak ingin tembakannya
meleset. Sepanjang karirnya mengajar selama 20 tahun, hanya jawaban ini yang hamper
tepat sasaran.
Akhirnya
ada mahasiswa yang benar-benar berfikir.
“Terimakasih, nak! Jawaban kamu telah
menggoyahkan pemikiran orang-orang yang selama ini mencirikan bahwa yang berbau
kimia itu abstrak,” katanya.
“Bahkan pada tahun 1940an,”
tambahnya. “Seorang revolusioner pernah berkata ‘boleh jadi matematika lebih
abstrak dibanding kimia’, misalnya pada aritmatika 2+2 = 4, maka tiada lagi kita
pikirkan bahwa dua itu cuma bilangannya, nomornya, bukan bendanya itu sendiri.
Sama halnya dengan hitam, ialah hanya warna barang, bukan barang itu.”
“Bilangan itu sudah terpisah dari
benda dan bisa mewakili semua benda. 2 itu bisa jadi 2 kerbau + 2 telur, kita
tahu kalau 2 kerbau + 2 telur, kita tidak akan mendapatkan 4 kerbau atau 4
telur. Yang 4 itu cuma bilangan. Angka itu sendiri sudah abstrak”
“Bukan maksud saya mengatakan
matematika tidak berguna karena terpisah dari benda, tentu kita sadari banyak
infrasruktur bisa terbangun karena perkembangan ilmu ini. Lewat penjelasan ini,
saya tengah melatih anda cara berfikir,” Profesor meluruskan penjelasannya.
“Berkuliah tidak serta merta
menambah kecerdasan anda jika dalam kepala anda tidak membocongeni ‘mengapa dan
bagaimana’ selama menyerap pengetahuan. Ilmu nantinya hanya akan menjadi
kumpulan abstraksi tanpa manfaat.”
Beberapa mahasiswa terlihat saling
lirik, ada yang menggaruk kepala. Mungkin berfikir “Bagaimana ceritanya
pertanyaan perbedaan ilmu kimia daripada ilmu lain bisa menyerempet ke jawaban
semacam ini.”
Apa
otak kami yang sudah terlalu usang?!
“Untuk kamu,” Profesor menunjuk ke
arah mahasiswa yang cukup berhasil menjawab pertanyaannya tadi. “Setelah jam
istirahat siang, temui saya di ruangan! Kamu berhak mendapat beasiswa dari
Urafofu.”
Sofi tidak pernah menyangka kalau
jawabannya itu telah mengantarkannya terpilih mendapat hibah pribadi dari Prof.
Sunyono. Tepuk tangan dan selamat dari teman-teman sekelas membuat euphoria dalam
hatinya makin berdentum-dentum, di saat yang sama Profesor beranjak dari kelas
tersebut.
***
Ruangan amphitiater hening seakan ikut ngeri karena deretan pertanyaan
tadi. Moderator menjadi canggung terlebih melihat ekspresi Profesor Mansur yang
datar namun rahangnya terlihat sedikit menegang.
Wait, what! Pertanyaan jitu macam apa ini Mega kelabakan sendiri dalam
pikirannya.
“Suka atau tidak
inilah faktanya,” Profesor menjelaskan sebelum dipersilahkan oleh moderator. “Pemerintah
yang nasionalis-sekuler tidak memilih tokoh Islam yang lebih dulu mengawali
perjuangan lewat jalur pendidikan…”
Suara beep yang
khas dan mengganggu tiba-tiba terdengar dari Fire Detector.
Peserta seminar
mulai panik.
Panitia mulai mepertanyakan,
komplain kepada petugas keamanan, mengapa latihan keselamatan dimulai saat ada
tamu penting.
“Kita belum tahu
ini latihan, Dek! Petugas lain tengah memeriksa, selama fire sprinkler tidak…”
Fire sprinkler
tiba-tiba aktif, menghujani koridor. Tanpa permisi, petugas masuk ke dalam amphitiater
dan mengarahkan orang-orang untuk bergegas ke luar gedung.
Profesor Mansur
dinaikkan ke kursi roda agar bisa lebih cepat dievakuasi.
Lelucon apalagi ini, gerutu Mr. Dimas.
“Dim, apa
menurutmu ini error system?” kata Mr.
Andre mendatangi Mr. Dimas yang tetap berdiam diri.
“System was being hacked. Ada yang
berkamuflase dalam gerakan kita. Hari ini mereka berhasil menggagalkan upaya
kita!”
0 komentar: