Menorrhagia & Revitalisasi Spritual

By | 10/25/2018 07:23:00 AM Leave a Comment
October Thirteenth


Langit terus menumpahkan air, sesekali berhenti namun awan masih tetap suram. Aku sudah menderita kedinginan sejak jumat malam, tapi sabtu sore itu rambut kepalaku yang gatal memaksaku untuk berkeramas. Jelas aku makin kedinginan yang tak biasa, pasti ini menyebabkan anemia.
Selepas magrib, aku mantap menelpon praktik medis swasta yang ada di jl. tanjungpura untuk bertemu dengan spesialis Obstetri & Ginekologi, sayang, dokter tidak ada saat weekend.
Aku memanggil ibuku dan menjelaskan keadaanku lebih detail, sambil menangis.
Waktu terus berjalan mendekati tengah malam, aku tak bisa tidur karena terserang rasa khawatir yang berlebihan akibat Menorrhagia.
Aku ke WC, yaps untuk ganti sanitary protection, mungkin udah lebih dari 10 kali!
Sampai di pintu, aku diserang pusing yang menghilangkan kemampuan otot dan rangka, otakku seperti mati lampu, saat itulah gravitasi menarikku secara paksa. Ya aku menghempaskan diri ke lantai pukul 22.30.
Aku membuka mata dan sempat bingung Loh, kenapa aku tidur di sini
Ibu… ibu… ibu… panggilku dengan begitu lirih.
Ayah dan Ibu mendapatiku ada di ruang tengah, hampir seperti mayat.
Malam minggu sekitar jam 23.00 Aku dilarikan ke sebuah klinik sawasta di jl. Yam Sabran untuk mendapatkan pertolongan pertama.
“Ini Hb nya 7 loh, Ibu. Harus dirawat, kalau perlu kita bisa rujuk ke IGD. Ini setara dengan kehilangan 8 kantong darah,” kata Dokter menjelaskan kepada ibuku.

Perfect! pikirku getir.



Kira-kira begitu kisah mencekam malam itu. Begitu banyak yang harus aku evaluasi, dan aku ingin berbagi kepada kalian, lebih ditekankan pada “siap untuk mati”, dan aku belum siap saat itu.
Sebagai seorang yang beragama, aku meyakini adanya kehidupan hakiki setelah kematian. Di dunia ini kita diberi waktu rata-rata 60-70 tahun, dan setelah itu ada kehidupan yang lebih panjang. Ada keadilan akhirat.
Saat kritisku, yang ku pikirkan adalah tak ingin berpisah dengan malaikatku, ya Ayah dan Ibu. Dalam kondisi yang begitu, aku memohon untuk menggenggam tangan mereka.
Aku belum menjadi anak yang baik. Maafkan aku terus menyusahkan kalian benakku.
Tak terkecuali kepada Allah
Akhirnya Engkau menegurku begitu keras. Maafkan aku yang sering berbuat salah
Bahkan aku malu meminta maaf kepada-Nya karena aku sendiri tak yakin dengan diriku
Aku sudah mengulangi kesalahanku ini berkali-kal ya Rabb
Ilmu tentang jantung yang refleks memompa darah, metabolisme sel yang kompleks, blow up begitu kuat dalam kepalaku setelah aku lalai berkali-kali dalam kehidupan.
Tubuhku ini teknologi super canggih yang free difasilitasi oleh Yang Maha Menciptakan.
Pengetahuan itu seolah terhalang sebab sesuatu, ya my nafs overtakes me
Ini sesuatu privacy yang tidak aku ceritakan di sini.
Percayalah, guys! Aku mencoba menjadi produktif dengan cara yang salah. Porsi makan yang minim. Pola tidur yang buruk. Aku tidak konsisten menetapkan prioritas. Aku menghibur diri terhadap masalah pekerjaan dengan cara yang tidak baik. Sometimes, aku tampak seperti heartless person. Bahkan setelah banyak buku yang aku baca, aku masih menjadi inang yang baik bagi ignorance.
Sabtu 13 Oktober aku berada di ambang kematian, dan aku belum siap. Padahal semua yang memahami hakikat kehidupan, pasti tahu bahwa kematian adalah tujuan sebenarnya. Mereka senang, semakin nyata lebih dekat dengan Rabbnya. Tapi aku belum siap.
Hal yang aku pelajari tentang Rabb ku adalah walaupun kelihatannya tidak nyaman, tapi Dialah penolongku. Aku buta, dan Dia menuntunku kembali pada jalan yang lurus.
Malam-malam sebelum memejamkan mata, kita jangan lupa berbincang dengan-Nya dan memohon maaf atas segala kekurangan, karena kita tak pernah tau nyawa ini masih ada atau tidak untuk esok hari.
Aku harap kalian tidak sampai mendapat teguran seperti diriku, semoga pengalamanku ini bisa jadi pembelajaran untuk kita semua bahwa kehidupan ini hanya sekali, suatu saat kartu kesempatan akan habis, dan kita tidak tahu batas kartu kita masing-masing.
Mari hidup sehat dan mari kembali perbaiki pemahaman agama kita. Al Quran itu memang penyembuh namun efeknya berbeda pada tiap-tiap orang. Yang jelas ilmu dibalik ayat yang didengungkan itu perlu ditelusuri lebih dalam, sehingga meresap ke dalam jiwa. Sehingga kita mengerti terhadap ayat-ayat peringatan, sampai bisa pula hati kita berdesir karenanya.
Aku menyesali penurunan kualitasku dalam mengkaji ayat-ayat kala itu, sampai aku putus asa meminta maaf pada Rabb ku. Apa jadinya kalau malam itu memang takdir kematianku?

"Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".  (Q.S Al Jumu'ah ayat 8).
Newer Post Older Post Home

0 komentar: