Skema Chapter 1

By | 4/12/2018 11:25:00 PM Leave a Comment
           
SKEMA
CHAPTER 1
                                                        KEPONAKAN REKTOR        
Antrian panjang di bagian registrasi dekat pintu ruang amphitheater sudah berlangsung setengah jam sebelum seminar dimulai. Irwan tidak menduga antusiasme bisa sampai membludak di tengah-tengah jam kuliah begini. Apa yang membuat mereka mengorbankan waktu kuliah?
            Mansur? Irwan berusaha mengingat nama pembicara. Ia merogoh saku jaket hoodienya, mengambil handphone untuk melihat poster yang ada dalam WhatsApp.
            “Prof. Ahmad Mansur Suryanegara.”
            Irwan mengangkat bahu, tidak mau ambil pusing mencari tahu mengenai profesor itu. Dia sudah terlanjur kesal dengan Mega karena memaksanya membeli tiket on the spot.
            Irwan menyebut Mega digerayangi arwah nenek moyang. Dia pertama kali menemukan titik balik hidup setelah menonton film serial berjudul The Arrivals karya Noreagaaa dan Achernahr. Setelah itu, Mega menjadi lebih sering membaca buku-buku berbau filsafat, sejarah, sampai buku kontroversi yang ditulis Tan Malaka, Madilog.
            “Mohon maaf, tiket sudah habis. Teman-teman masih ada kesempatan untuk menghadiri seminar Prof. Ahmad Mansur Suryanegara di ballroom hotel Aston dengan harga tiket Rp. 200.000,-“
            “Yaaahhh!” terdengar suara kecewa di penjuru antrian.
            Rasa sedih juga turut menjalar ke Irwan. Setidaknya dia perlu diberi sesuatu setelah berdiri selama setengah jam. Beberapa peserta antrian masih ada yang berusaha bernegosiasi dengan panitia registrasi. Namun tampaknya gagal.
            Mega belum juga datang, tapi dia harus kembali ke kampus. Belum sempurna Irwan membalik arah badan, seseorang menabraknya dari arah berlawanan. Jaket Army Fishtail Shell Parca paling langka yang sangat dia kenal baru saja melintas, membuatnya sadar, itu Mega!
            “Perkenalkan saya Mega, jurnalis The Tanjungpura Times. Saya harus masuk untuk meliput kegiatan ini.”
            Irwan setengah percaya menyaksikan kebohongan Mega. Sejak kapan dia menjadi jurnalis universitas?
           “Mohon maaf mba, saya tidak tahu mengenai hal ini. Saya harus memanggil bagian sponsorship dulu.”
            “Kami harus segera memindai lokasi mba, cameraman juga harus mendapatkan opening moment. Tidak ada waktu lagi mba!” Mega masih menguasai perannya.
            Apa-apaan cameraman?! Irwan mulai curiga.
            “Irwan sini!” lambai Mega. Dia tidak perlu ragu dengan skenario selanjutnya. Temannya itu punya kebiasaan selalu membawa tripod dan camera. Irwan sangat menyukai photography, terutama teknik time lapse.

Image by Google
            Dia mendatangi Irwan yang membeku, tak habis pikir akan masuk dalam drama nekat ini. Mega menarik lengan Irwan sedikit memaksa seraya memandang penuh ancaman.
            “Aku akan menghadiahkanmu DJI Phantom setelah ini!” bujuk Mega.
            Kalimat itu sontak membuat Irwan tertawa. Petugas registrasi tampak bingung menyaksikan perubahan drastis ekspresi Irwan. Irwan kembali ke kesadarannya.
            “Aku tidak membawa camera, tolol!” kata Irwan ketus.
            Kali ini Mega yang tertawa. Tertawa dengan getir. Tidak ada cara lain selain totalitas.
            Mega tetap menarik lengan Irwan menuju pintu masuk. Dengan acting yang meyakinkan mereka berhasil masuk dengan mulus.
***
            Ruangan amphitheater ini termasuk prasarana baru di Universitas. Lantai bagian penonton dibuat semakin menanjak, mirip tangga, agar tidak ada yang merasa terhalang melihat pembicara. Yang paling menarik adalah posisi tempat duduk dibuat menyerupai setengah busur lingkaran. Leher kita dijamin rileks selama berada dua sampai tiga jam di dalamnya.
            “Mereka perlu membuat kelas dengan desain seperti ini,” gumam Mega.
            “Masih ada waktu 5 menit untuk keluar dari kegilaanmu, Meg!” protes Irwan.
            Mega tidak menghiraukan kekalutan Irwan. Dia sibuk mengamati lokasi. Semua kursi sudah penuh kecuali bagian depan.
            Mata Irwan menyipit. “Kau ingin kita duduk di bagian paling depan? Itu milik dosen, Meg!”
            Irwan melihat otot pipi Mega mulai terik karena senyum menyeringai. Tidak salah lagi sebentar lagi dia akan berkata, “Why not!
            “Baiklah, aku akan ke wc sebentar!”
            “Kau jangan coba-coba kabur, Wan!” Mega mencoba meyakini, “Semuanya akan baik-baik saja!”
            “Apa garansinya Meg? Ini illegal!”
            “Percaya padaku,” ujar Mega dengan lembut. Nada itu pasti bisa melemahkan pria. Irwan juga tidak mengerti kenapa muncul perasaan bersalah jika tidak memenuhi keinginan Mega.
             “Bagaimana aku bisa percaya, jika dari awal kau sudah mengada-ngada dengan DJI Phantom segala,” jawab Irwan kesal. “Setelah ini kau atur skenario kalau kita keponakan rektor!”
            Mega tersenyum penuh kemenangan. “Ide bagus, Wan!”

Don’t forget to press the love button and comment if you want to support this story.
Sincerely,
June

© All Rights Reserved

           
Newer Post Older Post Home

0 komentar: