SKEMA
CHAPTER 1
KEPONAKAN REKTOR
Antrian panjang di
bagian registrasi dekat pintu ruang amphitheater sudah berlangsung
setengah jam sebelum seminar dimulai. Irwan tidak menduga antusiasme bisa sampai
membludak di tengah-tengah jam kuliah begini. Apa yang membuat mereka
mengorbankan waktu kuliah?
Mansur? Irwan berusaha mengingat nama pembicara. Ia merogoh saku jaket hoodienya,
mengambil handphone untuk melihat poster yang ada dalam WhatsApp.
“Prof. Ahmad
Mansur Suryanegara.”
Irwan mengangkat
bahu, tidak mau ambil pusing mencari tahu mengenai profesor itu. Dia sudah
terlanjur kesal dengan Mega karena memaksanya membeli tiket on the spot.
Irwan menyebut
Mega digerayangi arwah nenek moyang. Dia pertama kali menemukan titik balik
hidup setelah menonton film serial berjudul The Arrivals karya Noreagaaa dan Achernahr.
Setelah itu, Mega menjadi lebih sering membaca buku-buku berbau filsafat,
sejarah, sampai buku kontroversi yang ditulis Tan Malaka, Madilog.
“Mohon maaf, tiket
sudah habis. Teman-teman masih ada kesempatan untuk menghadiri seminar Prof.
Ahmad Mansur Suryanegara di ballroom hotel Aston dengan harga tiket Rp.
200.000,-“
“Yaaahhh!” terdengar
suara kecewa di penjuru antrian.
Rasa sedih juga
turut menjalar ke Irwan. Setidaknya dia perlu diberi sesuatu setelah berdiri
selama setengah jam. Beberapa peserta antrian masih ada yang berusaha
bernegosiasi dengan panitia registrasi. Namun tampaknya gagal.
Mega belum juga
datang, tapi dia harus kembali ke kampus. Belum sempurna Irwan membalik arah
badan, seseorang menabraknya dari arah berlawanan. Jaket Army Fishtail Shell
Parca paling langka yang sangat dia kenal baru saja melintas, membuatnya
sadar, itu Mega!
“Perkenalkan saya
Mega, jurnalis The Tanjungpura Times. Saya harus masuk untuk meliput kegiatan
ini.”
Irwan setengah
percaya menyaksikan kebohongan Mega. Sejak kapan dia menjadi jurnalis
universitas?
“Mohon maaf mba,
saya tidak tahu mengenai hal ini. Saya harus memanggil bagian sponsorship dulu.”
“Kami harus segera
memindai lokasi mba, cameraman juga harus mendapatkan opening moment.
Tidak ada waktu lagi mba!” Mega masih menguasai perannya.
Apa-apaan cameraman?!
Irwan mulai curiga.
“Irwan sini!” lambai
Mega. Dia tidak perlu ragu dengan skenario selanjutnya. Temannya itu punya
kebiasaan selalu membawa tripod dan camera. Irwan sangat menyukai photography,
terutama teknik time lapse.
Image by Google
|
Dia mendatangi
Irwan yang membeku, tak habis pikir akan masuk dalam drama nekat ini. Mega
menarik lengan Irwan sedikit memaksa seraya memandang penuh ancaman.
“Aku akan menghadiahkanmu
DJI Phantom setelah ini!” bujuk Mega.
Kalimat itu sontak
membuat Irwan tertawa. Petugas registrasi tampak bingung menyaksikan perubahan drastis
ekspresi Irwan. Irwan kembali ke kesadarannya.
“Aku tidak membawa
camera, tolol!” kata Irwan ketus.
Kali ini Mega yang
tertawa. Tertawa dengan getir. Tidak ada cara lain selain totalitas.
Mega tetap menarik
lengan Irwan menuju pintu masuk. Dengan acting yang meyakinkan mereka berhasil
masuk dengan mulus.
***
Ruangan
amphitheater ini termasuk prasarana baru di Universitas. Lantai bagian penonton
dibuat semakin menanjak, mirip tangga, agar tidak ada yang merasa terhalang
melihat pembicara. Yang paling menarik adalah posisi tempat duduk dibuat menyerupai
setengah busur lingkaran. Leher kita dijamin rileks selama berada dua sampai
tiga jam di dalamnya.
“Mereka perlu
membuat kelas dengan desain seperti ini,” gumam Mega.
“Masih ada waktu 5
menit untuk keluar dari kegilaanmu, Meg!” protes Irwan.
Mega tidak
menghiraukan kekalutan Irwan. Dia sibuk mengamati lokasi. Semua kursi sudah
penuh kecuali bagian depan.
Mata Irwan
menyipit. “Kau ingin kita duduk di bagian paling depan? Itu milik dosen, Meg!”
Irwan melihat otot
pipi Mega mulai terik karena senyum menyeringai. Tidak salah lagi sebentar lagi
dia akan berkata, “Why not!”
“Baiklah, aku akan
ke wc sebentar!”
“Kau jangan coba-coba
kabur, Wan!” Mega mencoba meyakini, “Semuanya akan baik-baik saja!”
“Apa garansinya
Meg? Ini illegal!”
“Percaya padaku,”
ujar Mega dengan lembut. Nada itu pasti bisa melemahkan pria. Irwan juga tidak
mengerti kenapa muncul perasaan bersalah jika tidak memenuhi keinginan Mega.
“Bagaimana aku bisa percaya, jika dari awal
kau sudah mengada-ngada dengan DJI Phantom segala,” jawab Irwan kesal. “Setelah
ini kau atur skenario kalau kita keponakan rektor!”
Mega tersenyum
penuh kemenangan. “Ide bagus, Wan!”
Don’t forget to press the love button and comment if you want to
support this story.
Sincerely,
June
© All Rights Reserved
0 komentar: