Review Film Fetih 1453 V.S Buku Muhammad Al-Fatih (karya Felix Y.
Siauw)
Assalamualaikum, sobat!
Pada mulanya
penulis ingin meresensi film Fetih 1453, namun karena terlalu banyak
kekurangannya, jadi penulis memutuskan untuk mereviewnya aja. Penulis lebih senang
melakukan resensi pada hal-hal yang very recommended. Film Fetih 1453
sangat tidak dianjurkan untuk anak di bawah umur 18 tahun dan jangan coba
menonton kalau belum membaca buku ulasan sejarah sebenarnya mengenai Muhammad
Al-Fatih (Mehmed), salah satunya yang ditulis oleh Felix Y. Siauw.
Nah, mungkin
diantara sobat sudah ada yang mendengar respon kekecewaan dari film produksi
Turki tahun 2012 ini. Banyak adegan yang dibuat ala Hollywood berjenis action,
martial arts dan vulgar, contohnya setelah mengalahkan armada laut Mehmed,
Kaisar Constantine merayakan pesta dengan menampilkan adegan wanita yang sedang
menari dengan pakaian transparan. Kaisar Constantine dan para pengikutnya
memang tidak menganut syariat Islam, tapi sutradara sebaiknya mempertimbangkan
sasaran penontonnya, mayoritas mungkin saudara muslim.
Secara umum
kekurangan film ini akan dibahas sebagai berikut:
1.
Motivasi
Mehmed Merebut Kota Konstatinopel
Constatinople |
Motivasi
Mehmed merebut Konstatinopel seakan tergambar seperti ambisi hanya untuk memperluas
daerah kekuasaan yang tidak bisa dipijak oleh ayahnya. Narator dalam film hanya
menjelaskan bagaimana Mehmed menerima mahkota kembali. Dalam film ini tidak
dijelaskan sebab kematian Murad. Padahal kematian Murad sama halnya dengan
kematian syuhada terdahulu yang merindukan perdamaian dan pembebasan
Konstatinopel.
Sultan Mehmed mengimami sholat |
“Keinginan kaum Muslim menguasai Konstatinopel lebih mulia dari
hanya sekedar penghargaan, kekuasaan apalagi materi. Bagi kaum Muslim,
Konstatinopel adalah penantian 825 tahun dan para syuhada telah menyirami tanah
itu dengan darah suci mereka. Penaklukan Konstatinopel adalah momen yang
menjadi wadah pembuktian kaum Muslim akan agama yang benar dan pembuktian janji
Allah dan Rasul-Nya.” (Siauw, 2013: 4-8)
Penulis telah
membaca buku-buku yang membawa cerita Muhammad Al-Fatih sebelum mengetahui info
film ini. Bagi penulis, seharusnya ada flashback bagaimana Mehmed kecil
dibimbing oleh ulama Syaikh Aaq Syamsuddin. Syaikh Syamsuddin selalu meyakini
Mehmed bahwa dirinya adalah pemimpin yang dimaksud dalam hadits Rasulullah yang
diriwayatkan Ahmad, “Konstatinopel akan takluk di tangan seorang laki-laki
maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik tentara adalah
tentaranya.”
2.
Banyak
Adegan Pemanis
Banyaknya adegan pemanis membuat alur sejarah dalam film ini
cidera. Bagaimana mungkin salah satu pimpinan pasukan dari pihak Constantine
maupun Mehmed, yakni Giustiniani dan Hasan Ulubat terlibat cinta segitiga
dengan sosok Era. Kemuculan adegan mesra Hasan yang bermesraan (berkhalwat)
dengan Era juga seringkali muncul. Apakah ini benar terjadi dalam sejarah?
Pertemuan pertama Hasan dan Era |
Padahal tentara pasukan Mehmed
merupakan tentara pilihan yang tidak hanya pandai berperang namun juga selalu
memelihara diri dari perbuatan maksiat. Sultan selalu mengingatkan bahwa
penyerangan ini hanya untuk Allah semata. Tidak ada yang terjadi di perkemahan
kaum Muslim kecuali kekhusyukan mereka dalam shalat dan doa, lantunan ayat-ayat
suci Al-Qur’an mengalir indah dari lisan pasukan dan tentara perang, sementara
yang lain berdzikir sambil mengasah pedang ataupun memperbaiki tameng dan zirah
mereka. “Ketenangan dan kedisiplinan religious membuat mereka yang
menyaksikan dari balik tembok terkesima.”
Dalam bab 15 The Promised
Victory dikisahkan bahwa di arena pertempuran, keadaan yang tadinya membaik
buat pasukan bertahan berubah total dalam waktu beberapa menit. Keberuntungan
Giustiniani kali ini telah usai, satu tembakan meriam memecahkan tembok yang
berada di dekatnya dan serpihan batu yang pecah menghantam dadanya dan membuat
luka parah. Tidak mampu lagi untuk berperang dan lebih karena telah kehilangan
nyalinya, Giustiniani dibopong rekannya meminta izin kepada Kaisar untuk
mundur. Tentu saja, mati-matian Kaisar menolaknya untuk mundur dalam situasi
krisis seperti itu, namun keadaan tidak bisa dipaksa, kemunduran Giustiniani
masuk ke kota menimbulkan prasangka buruk di kalangan petarung-petarung Genoa
dan juga Venesia. Mereka menganggap bahwa kekalahan telah di depan mata (Siauw,
2013: 250).
Pada waktu
yang sama, sikap keksatriaan khas kaum Muslim ditunjukkan oleh salah seorang prajurit
Utsmani, Hasan Ulubat. Didampingi oleh 30 tentara Yeniseri lain, dia mendobrak
pertahanan pasukan bertahan, merangsek ke atas dengan segala upaya yang ia
miliki, di tangannya terpasang bendera Utsmani yang akan ia tancapkan segera di
atas gerbang St. Romanus. Seorang demi seorang musuh dia hempaskan ke tanah
dengan tenaganya yang luar biasa. Dengan penuh perjuangan, kelompok kecil ini
sampai di puncak gerbang, luka-luka akibat panah dan sayatan pedang tidak
membuat Hasan goyah. Melihat bendera Uysmani berkibar, Sultan segera berteriak
pada seluruh pasukannya, “kota itu miliki kita!” (Siauw, 2013: 250).
Gambar terkini Tembok Konstatinopel |
Adegan Heroik Hasan menancapkan bendera |
Nah, terlepas
dari kekurangan itu film ini juga ada nilai plusnya kok. Bagian yang paling
membuat penulis merinding adalah menyaksikan adegan pemindahan kapal-kapal
Utsmani dari jalur darat, hal ini berarti mengangkat kapal-kapal dari Double
Columns di selat Bosphorus melewati daratan Galata menuju Valley of Springs
di teluk tanduk emas agar bisa mengatasi rantai raksasa. Dengan putus asa,
pasukan bertahan menyaksikan 72 kapal turun ke perairan mereka, tanpa bisa
berbuat apapun.
Peta Konstatinopel 1453 |
“Ini merupakan strategi yang terkesan mustahil, namun terjadi hanya
pada waktu satu malam 1453. Sungguh brilian!”
Ilustrasi Mehmed memimpin pengangkatan kapan ke jalur darat |
Selain itu adegan dimana kelicikan paus meminta persetujuan Constantine melakukan unifikasi atau penyatuan
Gereja Roma Latin dan Gereja Ortodoks Yunani menunjukkan kebenaran ajaran
tauhid yang disampaikan Nabi Isa a.s. Kristen Yunani menganggap unifikasi ini
sebagai perusak puritansi Kristen Ortodoks dan menjauhkan perlindungan tuhan
dari Konstatinopel.
"Seandainya di langit dan di bumi terdapat beberapa Tuhan
selain Allah, niscaya keduanya akan rusak." (Surat al-Anbiya, ayat 22)
"Tidaklah Allah mempunyai anak dan tidak pula ada Tuhan
disamping-Nya. (karena jika mempunyai anak dan ada Tuhan selain-Nya), maka
masing-masing Tuhan akan membawa ciptaan-Nya sendiri dan sebagian akan lebih
unggul dari sebagian yang lainnya." (Surat
al-Mukminun, ayat 91)
"Sungguh
telah kafir orang-orang yang meyakini, bahwa Tuhan itu adalah al-Masih putera
Maryam. Katakanlah,’Maka siapakah yang dapat menahan Allah, jika hendak
mematikan al-Masih putera Maryam dan Ibunya atau seluruh yang hidup di muka
bumi ini ?" (Surat al-maidah, ayat 17)
"Tiada sesuatupun yang menyerupai-Nya" (Surat
asy-Syura, ayat 11)
Demikianlah review film Fetih 1453. Semoga bermanfaat ya.
waaah bagus niiih
ReplyDelete