Review Buku Pontianak Masa Kolonial (Karya Hasanuddin)

By | 6/07/2016 08:08:00 PM Leave a Comment



Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamualaikum wr,wb
            Apa kabar sobat blogger? Semoga dalam keadaan sehat walafiat. Saya tergelitik untuk mereview buku sejarah ini karena lokasi tempat saya tinggal. Saya ingin tinggal tidak sekedar tinggal, berjalan tidak sekedar berjalan di atas tanah yang dulu benama Borneo. 
Gerbang Terdepan Kesultanan yang sering saya lewati
Selain itu isyarat gusti Allah dalam surah Al An’am ayat 11 yakni
"Berjalanlah kamu di atas muka bumi, kemudian lihatlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan itu."
membuat saya termotivasi agar menyandarkan segala aktivitas pada ibadah. Menulis yang baik adalah ibadah. Insya Allah.
            Waktu duduk di bangku sekolah saya sering mendengar pertanyaan Siapakah pendiri kota Pontianak? Sampai sekarang saya tidak lupa nama itu, Syarif Abdurrahman Alkadrie. Seperti tuntunan Rasullah, untuk membangun pusat pemerintahan maka didirikanlah masjid. Masjid itu terkenal dengan sebutan masjid Jami. 
Masjid Jami'
            Belanda datang ke perairan Kapuas dengan berbagai misi. Sultan pernah menolak kerja sama dengannya, namun kedatangan Belanda yang kedua berhasil meluluhkan hati Sultan dengan bentuk kerjasama persemakmuran. Kesultan Kadriyah mulai berubah sejak meninggalnya Sultan pada tahun 1808.
            Dalam bukunya, Hasanuddin banyak menceritakan bagaimana hubungan kerja sama ini semakin erat. Suka atau tidak suka sejarah telah membuktikan bahwa campur tangan Belanda sangat keterlaluan dalam bentuk politik VOC nya, apalagi semasa pemerintahan Syarif Kasim Alkadrie dan Syarif Muhammad Alkadrie.
            Saya sempat geram membaca perjalanan kisahnya karena di luar ekspektasi. Pasalnya saya teringat relief di dinding museum Kalbar. 
Sisi Relief yang Menggambarkan Kedatangan Sultan
Kedatangan Sultan membuat rakyat menjadi lebih beradab, mulai dari cara berpakaian sampai urusan seni kaligrafi. Semua terlihat bahwa Sultan benar-benar mengayomi rakyatnya. Kemunculan Belanda membuat rakyat harus membayar pajak yang tinggi dan pola pendidikan diskriminasi. Saya hampir tidak ingin melanjutkan bacaan. Namun muncul bab lain dalam buku yang menceritakan kedatangan kaum cendekiawan maupun ulama yang merupakan cikal bakal perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
            Jiwa muda saya tersulut dengan aksi pemuda yang membentuk organisasi indepen untuk meruntuhkan tirani negeri Eropa itu. Tentu saja hal ini dibahas melalui berbagai pertemuan tersembunyi. Namun pengawasan Belanda yang ketat, membuat beberapa tokoh pergerakan dijebloskan ke dalam penjara. Belanda dengan segala perjanjian liciknya dengan sultan, telah benar-benar menguasai struktur pemerintahan. Sultan seperti boneka kala itu. Walaupun demikian, sebagai seorang muslim, kita harus bersyukur dengan kehadiran Sultan. Islam berkembang begitu pesat dari hulu sampai hilir. Biarlah urusan kepemimpinannya kita serahkan pada Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Kita hanya bisa berdoa Astaghfirullahalazim li wali waa lidaiya wali jami il muslimina wal muslimat wal mukminina wal mukminat al ahya immin hum wal amwat
            Penulis, Hasanuddin sangat bijak dalam menutup cerita dengan kesimpulan. Mengedepankan aspek hikmah dari kepemimpinan Sultan dilihat dari pengaruh sosial maupun ekonomi. Membuat saya tersadar akan potensi dari tanah ini. Semoga kita dapat tumbuh di era modern tanpa meninggalkan pelajaran dari sejarah.
 
Istana Kadriyah (tampak depan)

Istana Kadriyah (tampak dalam)

Istana Kadriyah (tampak belakang)

Pengukuhan garis keturunan Kesultanan Pontianak (2015)*


*Sistem pemerintahan sekarang tampak mendukung pelestarian kerajaan agar tetap eksis di masa modernisasi. Walaupun kesultanan tidak berfungsi seperti dulu, pemerintah menyambutnya sebagai tradisi budaya yang sakral agar Pontianak tidak kehilangan jati dirinya. Bahkan sedang dibuaatrancangan Undang-Undang Kebudayaan agar Keraton dijadikan sebagai salah satu warisan yang harus dimasukkan dalam salah satu pasal. Di atas tampak gambar  Syarif Melvin Alqadrie yang resmi dinobatkan sebagai putra mahkota oleh Sultan Syarif Abubakar Mahmud Alkadrie.
Newer Post Older Post Home

0 komentar: