Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamualaikum wr,wb
Apa kabar sobat
blogger? Semoga dalam keadaan sehat walafiat. Saya tergelitik untuk mereview
buku sejarah ini karena lokasi tempat saya tinggal. Saya ingin tinggal tidak
sekedar tinggal, berjalan tidak sekedar berjalan di atas tanah yang dulu benama
Borneo.
Gerbang Terdepan Kesultanan yang sering saya lewati |
Selain itu isyarat gusti Allah dalam surah Al An’am ayat 11 yakni
"Berjalanlah kamu di atas muka bumi,
kemudian lihatlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan itu."
membuat saya termotivasi agar menyandarkan
segala aktivitas pada ibadah. Menulis yang baik adalah ibadah. Insya Allah.
Waktu
duduk di bangku sekolah saya sering mendengar pertanyaan Siapakah pendiri
kota Pontianak? Sampai sekarang saya tidak lupa nama itu, Syarif Abdurrahman Alkadrie. Seperti
tuntunan Rasullah, untuk membangun pusat pemerintahan maka didirikanlah masjid.
Masjid itu terkenal dengan sebutan masjid Jami.
Masjid Jami' |
Belanda datang ke perairan Kapuas dengan
berbagai misi. Sultan pernah menolak kerja sama dengannya, namun kedatangan
Belanda yang kedua berhasil meluluhkan hati Sultan dengan bentuk kerjasama
persemakmuran. Kesultan Kadriyah mulai berubah sejak meninggalnya Sultan pada
tahun 1808.
Dalam bukunya, Hasanuddin banyak
menceritakan bagaimana hubungan kerja sama ini semakin erat. Suka atau tidak
suka sejarah telah membuktikan bahwa campur tangan Belanda sangat keterlaluan
dalam bentuk politik VOC nya, apalagi semasa pemerintahan Syarif Kasim Alkadrie
dan Syarif Muhammad Alkadrie.
Saya sempat geram membaca perjalanan
kisahnya karena di luar ekspektasi. Pasalnya saya teringat relief di dinding
museum Kalbar.
Sisi Relief yang Menggambarkan Kedatangan Sultan |
Kedatangan Sultan membuat rakyat menjadi lebih beradab,
mulai dari cara berpakaian sampai urusan seni kaligrafi. Semua terlihat bahwa
Sultan benar-benar mengayomi rakyatnya. Kemunculan Belanda membuat rakyat harus
membayar pajak yang tinggi dan pola pendidikan diskriminasi. Saya hampir tidak
ingin melanjutkan bacaan. Namun muncul bab lain dalam buku yang menceritakan
kedatangan kaum cendekiawan maupun ulama yang merupakan cikal bakal perlawanan
terhadap penjajahan Belanda.
Jiwa muda saya tersulut dengan aksi
pemuda yang membentuk organisasi indepen untuk meruntuhkan tirani negeri Eropa
itu. Tentu saja hal ini dibahas melalui berbagai pertemuan tersembunyi. Namun
pengawasan Belanda yang ketat, membuat beberapa tokoh pergerakan dijebloskan ke
dalam penjara. Belanda dengan segala perjanjian liciknya dengan sultan, telah
benar-benar menguasai struktur pemerintahan. Sultan seperti boneka kala itu. Walaupun
demikian, sebagai seorang muslim, kita harus bersyukur dengan kehadiran Sultan.
Islam berkembang begitu pesat dari hulu sampai hilir. Biarlah urusan
kepemimpinannya kita serahkan pada Allah yang Maha Mengetahui dan Maha
Bijaksana. Kita hanya bisa berdoa Astaghfirullahalazim li
wali waa lidaiya wali jami il muslimina wal muslimat
wal mukminina wal mukminat al ahya immin hum
wal amwat…
Penulis, Hasanuddin sangat bijak
dalam menutup cerita dengan kesimpulan. Mengedepankan aspek hikmah dari
kepemimpinan Sultan dilihat dari pengaruh sosial maupun ekonomi. Membuat saya
tersadar akan potensi dari tanah ini. Semoga kita dapat tumbuh di era modern
tanpa meninggalkan pelajaran dari sejarah.
Istana Kadriyah (tampak dalam) |
Istana Kadriyah (tampak belakang) |
Pengukuhan garis keturunan Kesultanan Pontianak (2015)* |
*Sistem pemerintahan sekarang tampak mendukung pelestarian kerajaan agar tetap eksis di masa modernisasi. Walaupun kesultanan tidak berfungsi seperti dulu, pemerintah menyambutnya sebagai tradisi budaya yang sakral agar Pontianak tidak kehilangan jati dirinya. Bahkan sedang dibuaatrancangan Undang-Undang Kebudayaan agar Keraton dijadikan sebagai salah satu warisan yang harus dimasukkan dalam salah satu pasal. Di atas tampak gambar Syarif Melvin Alqadrie yang resmi dinobatkan sebagai putra mahkota oleh Sultan Syarif Abubakar Mahmud Alkadrie.
0 komentar: