Review film Bilal: A new Breed of Hero

By | 6/23/2018 04:56:00 AM Leave a Comment
A thousand years ago, one boy with a dream of becoming a great warrior is abducted with his sister and taken to a land far away from home. Thrown into a world where greed and injustice rule all, Bilal finds the courage to raise his voice and make a change. Inspired by true events, this is a story of a real hero who earned his remembrance in time and history.
yunita-kusumawardani.blogspot.com
 
            Begitu synopsis yang dilansir dalam laman IMDb, Internet Movie Database. Situs yang kerap kali jagoan dalam SEO ini, selalu muncul dalam daftar teratas di mesin pencari. Tidak salah memberi gelar kepadanya sebagai situs terbaik, terutama dalam memberikan rekomendasi film lewat rating nya.
            Film Bilal mandapat rating sampai 8,6/10. Ini benar-benar menabjubkan mengingat rating 7,5 saja sudah bisa dibilang rekomendasi. Rating yang tinggi ini tidak semulus perjalanan film sampai bisa hadir di layar lebar Amerika. Parahnya, gaung film ini tidak terdengar di bioskop Indonesia (Jika aku keliru, komen di bawah ya guys).
            Film ini baru mulai tayang di bioskop Amerika sejak 2 Februari 2018, padahal sudah tayang perdana di festival Film Dubai ke 12 sejak Desember 2015. Film ini pun baru berhasil tayang di timur tengah dan afrika utara tanggal 9 September 2016. Brajoun Entertainment, yang memproduksi film Bilal berhasil menggandeng distributor film Vertical Entertainment sampai kemudian menembus pasar Amerika. Terlepas kasat kusut dibalik distribusi film Bilal, berkaitan dengan lembaga sensor dan lain-lain, yang penting semua orang sekarang sudah bisa menikmatinya lewat streaming atau download melalui situs kesayangan masing-masing. Ya you know lahhh.
            Aku bertekad untuk ngereview film ini untuk menangkis beberapa hujatan dari berbagai oknum, tak tanggung-tanggung yang bersangkutan ada juga yang berasal dari kalangan jurnalis. Dalam situs terkenal pula. Memang gue tahu film rating 9 pun, pasti tetap ada kekurangannya. Tapi yang disampaikan oknum jurnalis itu benar-benar tidak bisa diterima. 44% orang memilih emoji marah dalam survey terhadap artikel tersebut. Come on! IMDb saja sudah menilai film ini luar biasa! Film ini bahkan memenangkan penghargaan sebagai “The best Inspiring Movie” di festival film Cannes.
            Berkaitan dengan film Bilal yang tayang di USA, ternyata dubbing asli sudah diubah menjadi bahasa inggris. Mungkin supaya menjangkau lebih banyak pemirsa. Namun bagi kita yang sudah pernah dengar kisah Bilal, harap menonton versi dubbing arab ya. WAJIB!
            Untungnya aku ada modal dikit mengenai kosa kata bahasa arab, namun tetap aja subtitle bahasa Indonesia yang tersedia kurang memuaskan. Wahai kamu yang bisa bahasa arab, bolehkah kita bertemu dan sama-sama membahas dialog film ini? Heuheuheu.
            Sejujurnya, aku agak khawatir mereview film ini megingat aku belum khatam kitab sirah karangan Syaikh Shafiyyurrahman dan al-Mubarakfuri. Namun menurut laman behtareen, film ini melibatkan 11 peneliti yang melakukan riset selama 8 tahun untuk mendekati keakuratan dengan sejarah sebenarnya. Mungkin kita boleh acungkan jutaan jempol terhadap kerja keras ini. Tidak ada distorsi sejarah.
            Selain itu, film ini juga masuk kategori PG-13, artinya perlu pengawasan orang tua untuk anak di bawah 13 tahun. Lagi-lagi ada saja bahasan kontroversil yang berusaha memadamkan keapikan film ini. Ada yang menilai film ini tidak layak ditonton anak-anak karena banyak menampilkan adegan kekerasan. Ampun deh! Masih banyak film lain yang lebih parah di luar sana, tak lain tak bukan adalah anime.
            Okeh, kita langsung ke intinya. Film ini membuat gue nangis berkali-kali, entah sebab apa aku amat sensitive kala itu. Mulai dari saat ibunya Bilal ditangkap pasukan kerajaan, kemudian saat bilal (remaja) dicambuk tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Cukup sudah, lewatkan kesedihanku ini.
            Sebaliknya, gue mulai kegirangan banget sejak lihat detail baju dan aksesories di menit pertama film. Ini seperti melihat desain baju Dior super mahal. Lalu kemunculan pemuka agama dengan pakaiannya yang wow. Sutra, emas, dan penuh detail. Wait, lu nonton film atau nyari inspirasi desain baju? haha.
            Kegirangan gue menjadi 3 kali lipat setelah melihat adegan elang yang terbang menemani majikannya mengendarai kuda. Tak lain tak bukan, dia adalah Hamzah, Pamannya Rasulullah SAW. Astaga dia lebih tampan dari Umayyah ibnu Khalf bahkan anaknya. Berbicara tentang rupa fisik, aku kira ini bagian dari fiksi dan hiburannya. Film ini menyesuaikan alur menurut sejarah tapi fisik lebih dimiripkan kepada beberapa pengisi suara dari tokoh-tokoh yang ada. Beberapa ya, tidak semuanya.
            Dalam film ini sosok Rasulullah tidak dianimasi. Sungguh penghormatan yang mulia.
            Kegirangan gue makin menggila semenjak tau instrumen dibalik film Bilal diciptakan oleh Hans Zimmer. Oh my God! Composer paling sukses dalam jagad ini. Bapak ini yang menghidupkan film-film Hollywood melalui musiknya seperti Pirates of Caribbean, Avatar, Inception, The Dark Knight, Interstellar, dan masih banyak lagi.
            Okeh, okeh, hentikan euphoria berlebihan ini. Sorry guys, hehe.
            Yuk, kita lanjut!
            Beberapa artikel menyebutkan bahwa film ini menyamarkan unsur dakwah islam. Aku setuju, tapi aku ingin menambahkan bahwa ini adalah fase awal dakwah dimana nilai-nilai aqidah sedang ditanamkan. Jangan cepat mencibir hanya karena melihat ada yang tidak berhijab.
            Peperangan yang ditampilkan dalam film ini hanya ada 2, yakni Perang Badar dan perang Uhud. Perang Uhud pun hanya menampilkan Hamzah yang martir.
            Memang tidak secara keseluruhan menggambarkan sebab perang Badar, namun bagi kalian yang masih bingung dengan perang, atau seringkali dikacaukan oleh ungkapan “Islam disebarkan dengan pedang”. Aku ingin mencoba membantu bahwa Islam sangat menjunjung tinggi nyawa manusia, tidak perduli agamanya apa. Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al Maidah: 32).
            Lantas kenapa harus ada perang?
            Tidak, tidak seinstan itu, wahai kaum pemakan mie! Haha. Selalu ada tindakan preventif sebelum perang.
            Logis saja, kaum muslimin telah diperlakukan tidak baik oleh tetangga bahkan kerabatnya sendiri. Selama 13 tahun, gue tegasin lagi selama lebih dari satu decade, mereka mencoba menahan diri. Untuk menghindari tekanan yang semakin merajalela, mereka mengalah, pindah ke Madinah, harta mereka di Mekah dirampas begitu saja oleh ignorance quraisy.
            Menurut kitab sirah yang aku baca, sebelum perang Badar, turun ayat-ayat yang memperbolehkan perang (ayat madaniyah) seperti Al Hajj 39 dan 41. Walaupun udah pindah dari Mekah, kaum ignorance (sebutan lain jahiliyah) masih terus mengancam eksistensi kaum muslimin. Rasulullah mulai membentuk gerakan militer, lebih kepada aktivitas patroli pemantauan, sebagai upaya memperingatkan kaum ignorance yang sok berkuasa. Semoga dengan hal ini mereka lebih memilih jalan perdamaian dan gencatan senjata.
            Sayangnya mereka terus berpaling dari kebenaran.

            Jadi dengan kondisi begini, apakah perang itu salah?

            Apakah penindasan tidak perlu dilawan? Apakah diam adalah kebenaran?

            Silahkan pilih jawaban kalian. Kebenaran ada di luar sana. Bacalah.

Untuk mendapatkan artikel dengan pembahasan yang lebih lengkap. Kalian bisa hubungi saya lewat
email : nita.letter@gmail.com
WA : 089687961483

TULISAN INI KU PERSEMBAHKAN UNTUK RIZKA SUHANI. TERIMAKASIH HADIAH BUKU SIRAHNYA.
Newer Post Older Post Home

0 komentar: