THE SADDEST LOST

By | 12/26/2015 08:22:00 AM Leave a Comment


“Hei Sunbae!” begitu panggilan sayang Evi kepada wanita muda di sampingnya. “Lihatlah dunia medis zaman sekarang, menawarkan pelayanan kesehatan lewat brosur semacam ini!” protes Evi sambil menunjuk brosur.
“Ya, baguslah! Jangan tunggu sakit baru berobat!” bantah wanita itu.
“Sunbae, sekali-kali cobalah sependapat denganku! Aku sedang memprihatinkan perihal kemanusiaan yang diobral layaknya beli paket pizza di senayan,” sambung Evi dengan nada begitu persuasif.
“Siapa elo! WHO aja nggak protes!”
Evi terdiam mengulum bibirnya. Ia menyadari bahwa kata-kata Sunbae tidak terbantahkan. Evi telah bekerja sebagai manager Sunbae selama 3 tahun. Ia sangat menghormati atasannya dan tak pernah memanggil langsung nama aslinya, Lucy. Ia masih tidak menyangka bisa bekerja dengan penulis unknown hebat yang baru-baru ini terungkap identitasnya.
Memang sulit merahasiakan identitas di tengah kemajuan finger tracking, ungkap Evi dalam benaknya. Ia selalu tertawa jikalau mengingat bagaimana Lucy mulai mempercayainya sebagai manager.
 Karya Lucy menjadi big hit di dunia pencinta manga dan anime karena berhasil membuat sambungan cerita dari manga populer yang sudah tamat. Tak lama setelah itu, ia masuk dalam daftar author of World Literature Series yang karyanya beredar di pasaran Amerika. Ia dijuluki “The Unpredictable Spoiler” dalam forum online manga dan anime, karena kisah lanjutan yang tak pernah terduga namun begitu memuaskan banyak penggemar.
Belakangan ini Evi kewalahan mengatur jadwal tour workshop dan mengurus lisensi terjemahan novel ke dalam bahasa Jepang, Korea, Cina dan Perancis. Namun langkahnya sedikit tersendat karena Lucy harus melakukan check up. Hari ini dimulai dengan obstetrician.
“Ibu Lucy, sekarang giliran anda, silahkan masuk!” pinta seorang perawat dengan ramah.
Lucy ditemani Evi melangkah masuk dan belum selesai Evi menutup pintu, sang Dokter telah menyapa Lucy dengan sangat antusias
 “Lucy, apa kabar? Senang sekali bisa melihat kesuksesan teman sekelasku!”
Lucy menebak ragu, “Yasin?”
Sang dokter terkekeh, “Aku Yasmir, Luc!”
Tawapun pecah dalam ruangan itu.
“Jadi, kau seorang dokter kandungan, aku kira kau akan jadi bintang model,” tanya Lucy sambil membangkitkan nostalgia waktu di bangku SMA.
“Jangan begitu, Luc! Nanti niatku jadi dokter sungguhan menjadi goyah,”
“Ehm…Ehm…” terdengar dehaman seseorang dibalik tirai.
Ada dua dokter di sini?
“Sayang sekali ruangan ini punya waktu terbatas untuk reunian, benar kan dokter Yasmir?” tegur seseorang yang terlihat lebih senior dari Yasmir.
“Maaf dokter,” Yasmir tampak tidak enakan. “Ini Dokter Yasin, Luc. Wajar saja tadi kamu menyebut nama Yasin di awal perjumpaan kita, karena nama beliau ada di depan pintu. Aku masih dokter magang di sini.”
Dokter Yasin berjabat tangan dengan Lucy. “Salam kenal, Luc! Tidak lama lagi Yasmir akan diangkat menjadi dokter sungguhan di rumah sakit ini, karena dia telah membuat antrian pasien semakin panjang.”
Yasmir tampak malu. “Ah, Dokter, jangan begitu! Ini karena keahlian dokter yang luar biasa!”
Yasmir kemudian mengisyaratkan Lucy dan Evi untuk duduk
“Baiklah, ada yang bisa saya bantu Nona Lucy?”tanya Dokter Yasin.
“Emmm…sakit pinggang, emmm…” Lucy terdiam agak lama. Ia mengeluarkan secarik resep obat kepada sang dokter. “Saya pikir ini tidak berfungsi lagi, dok, karena nyerinya tidak kunjung membaik.”
“Ini pasti karena kerja berlebihan,” ujar Dokter Yasin. “Apa anda pernah menjalani kemoterapi sebelumnya?”
“Kemoterapi?” tanya Yasmir yang tampak terkejut.
Dokter Yasin tampak agak gugup. “Yasmir, bisakah kamu keluar sebentar?”
“Tidak apa-apa, Dok!” ujar Lucy tanpa ragu.
“Sunbae…” desah Evi.
Dokter Yasin menatap mata Lucy lekat-lekat. “Ba…Baiklah, Luc!” ujar Dokter Yasin dengan sedikit terbata.

BERSAMBUNG
Newer Post Older Post Home

0 komentar: