“Hei Sunbae!” begitu
panggilan sayang Evi kepada wanita muda di sampingnya. “Lihatlah dunia medis
zaman sekarang, menawarkan pelayanan kesehatan lewat brosur semacam ini!”
protes Evi sambil menunjuk brosur.
“Ya, baguslah! Jangan
tunggu sakit baru berobat!” bantah wanita itu.
“Sunbae, sekali-kali
cobalah sependapat denganku! Aku sedang memprihatinkan perihal kemanusiaan yang
diobral layaknya beli paket pizza di senayan,” sambung Evi dengan nada begitu
persuasif.
“Siapa elo! WHO aja
nggak protes!”
Evi terdiam mengulum
bibirnya. Ia menyadari bahwa kata-kata Sunbae tidak terbantahkan. Evi telah
bekerja sebagai manager Sunbae selama 3 tahun. Ia sangat menghormati atasannya
dan tak pernah memanggil langsung nama aslinya, Lucy. Ia masih tidak menyangka
bisa bekerja dengan penulis unknown hebat
yang baru-baru ini terungkap identitasnya.
Memang
sulit merahasiakan identitas di tengah kemajuan finger tracking, ungkap
Evi dalam benaknya. Ia selalu tertawa jikalau mengingat bagaimana Lucy mulai
mempercayainya sebagai manager.
Karya Lucy menjadi big hit di dunia pencinta manga dan anime karena berhasil membuat sambungan
cerita dari manga populer yang sudah tamat. Tak lama setelah itu, ia masuk dalam
daftar author of World Literature Series yang karyanya beredar di pasaran Amerika. Ia
dijuluki “The Unpredictable Spoiler”
dalam forum online manga dan anime, karena kisah lanjutan yang tak pernah
terduga namun begitu memuaskan banyak penggemar.
Belakangan ini Evi kewalahan
mengatur jadwal tour workshop dan mengurus lisensi terjemahan novel ke dalam
bahasa Jepang, Korea, Cina dan Perancis. Namun langkahnya sedikit tersendat
karena Lucy harus melakukan check up.
Hari ini dimulai dengan obstetrician.
“Ibu Lucy, sekarang
giliran anda, silahkan masuk!” pinta seorang perawat dengan ramah.
Lucy ditemani Evi
melangkah masuk dan belum selesai Evi menutup pintu, sang Dokter telah menyapa Lucy
dengan sangat antusias
“Lucy, apa kabar? Senang sekali bisa melihat
kesuksesan teman sekelasku!”
Lucy menebak ragu, “Yasin?”
Sang dokter terkekeh, “Aku
Yasmir, Luc!”
Tawapun pecah dalam
ruangan itu.
“Jadi, kau seorang
dokter kandungan, aku kira kau akan jadi bintang model,” tanya Lucy sambil
membangkitkan nostalgia waktu di bangku SMA.
“Jangan begitu, Luc!
Nanti niatku jadi dokter sungguhan menjadi goyah,”
“Ehm…Ehm…” terdengar
dehaman seseorang dibalik tirai.
Ada
dua dokter di sini?
“Sayang sekali ruangan
ini punya waktu terbatas untuk reunian, benar kan dokter Yasmir?” tegur
seseorang yang terlihat lebih senior dari Yasmir.
“Maaf dokter,” Yasmir
tampak tidak enakan. “Ini Dokter Yasin, Luc. Wajar saja tadi kamu menyebut nama
Yasin di awal perjumpaan kita, karena nama beliau ada di depan pintu. Aku masih
dokter magang di sini.”
Dokter Yasin berjabat
tangan dengan Lucy. “Salam kenal, Luc! Tidak lama lagi Yasmir akan diangkat
menjadi dokter sungguhan di rumah sakit ini, karena dia telah membuat antrian
pasien semakin panjang.”
Yasmir tampak malu. “Ah,
Dokter, jangan begitu! Ini karena keahlian dokter yang luar biasa!”
Yasmir kemudian mengisyaratkan
Lucy dan Evi untuk duduk
“Baiklah, ada yang bisa
saya bantu Nona Lucy?”tanya Dokter Yasin.
“Emmm…sakit pinggang,
emmm…” Lucy terdiam agak lama. Ia mengeluarkan secarik resep obat kepada sang
dokter. “Saya pikir ini tidak berfungsi lagi, dok, karena nyerinya tidak
kunjung membaik.”
“Ini pasti karena kerja
berlebihan,” ujar Dokter Yasin. “Apa anda pernah menjalani kemoterapi
sebelumnya?”
“Kemoterapi?” tanya
Yasmir yang tampak terkejut.
Dokter Yasin tampak
agak gugup. “Yasmir, bisakah kamu keluar sebentar?”
“Tidak apa-apa, Dok!”
ujar Lucy tanpa ragu.
“Sunbae…” desah Evi.
Dokter Yasin menatap
mata Lucy lekat-lekat. “Ba…Baiklah, Luc!” ujar Dokter Yasin dengan sedikit
terbata.
BERSAMBUNG
0 komentar: