Langit ibu kota
Xingdang dipenuhi dengan kilat-kilat yang memainkan forte gemuruh, cukup
mengejutkan bagi orang-orang, terutama mereka yang masih beraktivitas di luar.
Beberapa lelaki yang mengenakan dasi tanpa jas mulai berlarian kecil
meninggalkan 7Eleven menuju kantornya
yang berada di seberang jalan. Terlihat juga sekelompok wanita yang baru saja
keluar dari Starbucks Coffee mulai
pergi dengan langkah cepat panjang karena kesulitan berlari memakai sepatu
dengan tinggi 12 cm. Tak pernah ada
musim tertentu di kota Xindang, penduduk hanya mengenal El Nino dan La Nina.
Tiba-tiba gemuruh yang
sangat keras mengejutkan konsentrasinya mengemudi. Gemuruh itu sempat
mengacaukan beberapa arus listrik sehingga mengedap-ngedipkkan running text moving LED display dari suatu
foodcourt. Sebuah peringatan bagi
kota pemuja Uranium. “Kalau seandainya ini Kota Petir, mungkin bukan Uranium
yang menjadi ikon Perusahan Listrik Negara masa kini,” pikirnya sambil memutar
setir perlahan melewati bundaran yang berdirikan patung Pangeran Kuning yang sedang memegang perisai berlogokan
Uranium. Mau berharap bagaimanapun, pemerintah lebih senang dengan
penandatangan MoU PLTN daripada PLTP, sampai teror ini muncul dan membuat
khawatir para job seeker masuk ke
perusahaan paling terkemuka di kota Xindang, PLTN Urafofu, yang berarti Uranium for Future.
Ia merasa cukup beruntung
bisa melamar di Urafofu, karena perusahaan ini tidak mungkin memasang job vacancy di pintu masuk atau di
halaman surat kabar. Hanya untuk orang-orang yang direkomendasikan. Dia hanya
menghabiskan waktu 4 tahun untuk menempuh pendidikan S2 dan S3 di luar negeri
jurusan fisika nuklir. Dia cukup percaya diri dengan segala kelebihannya,
Ia teringat nasehat
professor yang merekomendasikannya, “Aku tak selalu berada di dekat
murid-muridku dan mengetahui apa isi pikiran mereka, lumrah bagiku maupun pihak
perusahaan untuk mencurigai siapa saja yang ingin bekerja di bagian ini, tapi
kau adalah muridku yang terbaik. Walaupun teror itu bisa saja merupakan lelucon,
namun sebagai perusahaan yang tidak melalaikan keselamatan umat manusia, mereka
telah memutuskan untuk memperketat seleksi, maka bersiaplah!”
***
Stasiun nuklir Urafofu
mulai terlihat dengan unit reaktor yang mirip dengan bangunan yang ada di timur
tengah, kotak-kotak, serta terdapat vacuum
building yang bermodelkan gelas terbalik. Stasiun ini mungkin dirancang
oleh arsitek yang juga membuat stasiun nuklir Darlington di Kanada.
Ia membuka kaca mobil
dan membiarkan angin dari arah waduk membelai wajahnya. Ia mulai merasakan
rileks. Kebanyakan stasiun nuklir dibangun dekat dengan kolam air raksasa,
karena membutuhkan heavy water yang
mengandung isotop hidrogen, deuterium dalam jumlah besar untuk memperlambat reaksi
fusi. Siapapun yang datang tidak diizinkan masuk ke stasiun sebelum melewati
gedung keamanan.
Ia harus melewati tahap
pengamanan yang mirip dengan sistem bandara, mesin x-ray dan detektor logam.
Sesuai arahan petugas keamanan, ia berbelok ke kiri menuju office. Ada nuansa budaya ketika memasuki koridor, kesenian
Indonesia mulai dari batik, lukisan, wayang sampai patung terpajang berjejer
dan selalu menyelipkan uranium ke dalam sentuhan karyanya. Perusahaan ini
tampak harmonis walau dikelilingi oleh investor yang memegang hampir setengah
dari aset perusahaan. Perusahaan ini menamai beberapa ruangan dengan zat hasil
peluruhan uranium. Ia telah sampai di depan ruang Radon-223.
Seseorang datang
menyambut dan menyuruhnya duduk, “silahkan menunggu di sini, sampai nama anda
dipanggil.”
Ia mempertajam pandangan ke sekeliling dan
memastikan bahwa yang ada dalam ruangan ini punya tujuan yang sama dengannya,
mengemis pekerjaan. Beberapa dari mereka mungkin berasal dari timur tengah dan
eropa, ia bisa melihat dari keunggulan warna kulit dan paras wajahnya.
Baru saja ia duduk, ada
orang yang keluar sambil menangis meninggalkan ruang wawancara. Ia meremas
remas tangan tanda gelisah dan menebak-nebak apa yang terjadi di dalam.
Pewawancara pasti berasal dari pihak perusahaan itu sendiri, seorang psikolog,
bahkan mungkin ada dari mata-mata kepolisian. Tak satupun yang dapat
membayangkan apa yang terjadi di dalam.
***
Ia pulang dengan
perasaan tidak puas karena content wawancara
yang sama sekali tidak menyinggung pengetahuannya tentang nuklir, melainkan
seputar kehidupannya di masa lalu. Sebagai pelamar yang dipanggil terakhir,
banyak tanda tanya dalam kepalanya, tentang wanita yang keluar pintu sambil
tersedu-sedu dan pria yang tersenyum lebar.
Wawancara
ini membuatnya mual!
Ia tidak begitu ingat
dengan kejadian masa lalu, bahkan ia membenci masa lalu dan membiarkan waktu
menghapusnya. Masa lalu hanya akan membangkitkan traumatik karena perlakuan
keluarga angkatnya yang tidak manusiawi.
***
Setelah membeli sebungkus
makanan dari Champago, ia memarkirkan mobil dan mematikan lantunan lagu lama
milik Ed Sheeran dari stereo, lalu keluar menuju flat. Tiba-tiba ada sentakan
cukup kuat menarik lengan kirinya.
“Maafkan aku
mengejutkanmu, Mega! Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan,” kata seorang pria
asing dengan nada serius.
“Tidak bisakah kau
menemui orang dengan sopan! Aku bisa melaporkanmu ke polisi!” kata Mega sambil
melototi pria itu, “lalu darimana kau tahu namaku?” tanyanya penasaran.
“Ayolah, Meg! Tidakkah
kau mengingatku saat di ruang Radon? Sudahkah kau mengecek ponselmu? Ini
berkaitan dengan Urafofu!” desak lelaki itu.
Mega memang merasa
tidak asing dengan wajah pria ini, orang ini adalah pelamar yang berada di
urutan kedua terakhir wawancara.
Mengapa
lelaki ini mengikutiku dan berbicara tentang Urafofu? pikirnya
bertanya-tanya sambil mencari ponsel dalam tas.
Ada beberapa pesan
masuk dan satu sms dari nomor tidak dikenal. Ia membacanya dalam hati.
“Apakah bunyinya
`Selamat! Anda diterima di PLTN Urafofu! kami mengharapkan kehadiran anda
di jembatan sebelah barat pada pukul
20.00. Jika anda tidak hadir, maka dianggap menolak jabatan ini. Terima kasih’
begitu kan, Meg?” Kata pria itu.
Mega terkejut
mendengarnya dan menjawab lirih “Tidak, aku diminta bertemu di halaman pancuran
hotel Emerald pukul 21.00.” Ia segera melihat arloji dan terkejut karena sudah
pukul 19.50.
“Hey, apa artinya kau
juga diterima? Lantas kenapa kau malah menghampiriku, kau harus cepat pergi!”
perintah Mega sembari kembali menuju mobil, namun pria itu menarik tangannya
lagi.
“Hey, apakah kau
berniat mematahkan tanganku!” nada suara Mega meninggi.
“Kau terlalu
terburu-buru, Meg! Tidakkah kau curiga dengan sistem penerimaan ini?”
“Apa maksudmu!” kata
Mega tak bermaksud bertanya karena sudah ingin cepat-cepat mengakhiri
pembicaraan.
BERSAMBUNG...
0 komentar: