Xindang: The City of Uranium Power

By | 12/29/2015 06:40:00 AM Leave a Comment


Langit ibu kota Xingdang dipenuhi dengan kilat-kilat yang memainkan forte gemuruh, cukup mengejutkan bagi orang-orang, terutama mereka yang masih beraktivitas di luar. Beberapa lelaki yang mengenakan dasi tanpa jas mulai berlarian kecil meninggalkan 7Eleven menuju kantornya yang berada di seberang jalan. Terlihat juga sekelompok wanita yang baru saja keluar dari Starbucks Coffee mulai pergi dengan langkah cepat panjang karena kesulitan berlari memakai sepatu dengan tinggi 12 cm.  Tak pernah ada musim tertentu di kota Xindang, penduduk hanya mengenal El Nino dan La Nina.
Tiba-tiba gemuruh yang sangat keras mengejutkan konsentrasinya mengemudi. Gemuruh itu sempat mengacaukan beberapa arus listrik sehingga mengedap-ngedipkkan running text moving LED display dari suatu foodcourt. Sebuah peringatan bagi kota pemuja Uranium. “Kalau seandainya ini Kota Petir, mungkin bukan Uranium yang menjadi ikon Perusahan Listrik Negara masa kini,” pikirnya sambil memutar setir perlahan melewati bundaran yang berdirikan patung Pangeran Kuning yang sedang memegang perisai berlogokan Uranium. Mau berharap bagaimanapun, pemerintah lebih senang dengan penandatangan MoU PLTN daripada PLTP, sampai teror ini muncul dan membuat khawatir para job seeker masuk ke perusahaan paling terkemuka di kota Xindang, PLTN Urafofu, yang berarti Uranium for Future.
Ia merasa cukup beruntung bisa melamar di Urafofu, karena perusahaan ini tidak mungkin memasang job vacancy di pintu masuk atau di halaman surat kabar. Hanya untuk orang-orang yang direkomendasikan. Dia hanya menghabiskan waktu 4 tahun untuk menempuh pendidikan S2 dan S3 di luar negeri jurusan fisika nuklir. Dia cukup percaya diri dengan segala kelebihannya,
Ia teringat nasehat professor yang merekomendasikannya, “Aku tak selalu berada di dekat murid-muridku dan mengetahui apa isi pikiran mereka, lumrah bagiku maupun pihak perusahaan untuk mencurigai siapa saja yang ingin bekerja di bagian ini, tapi kau adalah muridku yang terbaik. Walaupun teror itu bisa saja merupakan lelucon, namun sebagai perusahaan yang tidak melalaikan keselamatan umat manusia, mereka telah memutuskan untuk memperketat seleksi, maka bersiaplah!”
***
Stasiun nuklir Urafofu mulai terlihat dengan unit reaktor yang mirip dengan bangunan yang ada di timur tengah, kotak-kotak, serta terdapat vacuum building yang bermodelkan gelas terbalik. Stasiun ini mungkin dirancang oleh arsitek yang juga membuat stasiun nuklir Darlington di Kanada.
Ia membuka kaca mobil dan membiarkan angin dari arah waduk membelai wajahnya. Ia mulai merasakan rileks. Kebanyakan stasiun nuklir dibangun dekat dengan kolam air raksasa, karena membutuhkan heavy water yang mengandung isotop hidrogen, deuterium dalam jumlah besar untuk memperlambat reaksi fusi. Siapapun yang datang tidak diizinkan masuk ke stasiun sebelum melewati gedung keamanan.
Ia harus melewati tahap pengamanan yang mirip dengan sistem bandara, mesin x-ray dan detektor logam. Sesuai arahan petugas keamanan, ia berbelok ke kiri menuju office. Ada nuansa budaya ketika memasuki koridor, kesenian Indonesia mulai dari batik, lukisan, wayang sampai patung terpajang berjejer dan selalu menyelipkan uranium ke dalam sentuhan karyanya. Perusahaan ini tampak harmonis walau dikelilingi oleh investor yang memegang hampir setengah dari aset perusahaan. Perusahaan ini menamai beberapa ruangan dengan zat hasil peluruhan uranium. Ia telah sampai di depan ruang Radon-223.
Seseorang datang menyambut dan menyuruhnya duduk, “silahkan menunggu di sini, sampai nama anda dipanggil.”
 Ia mempertajam pandangan ke sekeliling dan memastikan bahwa yang ada dalam ruangan ini punya tujuan yang sama dengannya, mengemis pekerjaan. Beberapa dari mereka mungkin berasal dari timur tengah dan eropa, ia bisa melihat dari keunggulan warna kulit dan paras wajahnya.
Baru saja ia duduk, ada orang yang keluar sambil menangis meninggalkan ruang wawancara. Ia meremas remas tangan tanda gelisah dan menebak-nebak apa yang terjadi di dalam. Pewawancara pasti berasal dari pihak perusahaan itu sendiri, seorang psikolog, bahkan mungkin ada dari mata-mata kepolisian. Tak satupun yang dapat membayangkan apa yang terjadi di dalam.
***
Ia pulang dengan perasaan tidak puas karena content wawancara yang sama sekali tidak menyinggung pengetahuannya tentang nuklir, melainkan seputar kehidupannya di masa lalu. Sebagai pelamar yang dipanggil terakhir, banyak tanda tanya dalam kepalanya, tentang wanita yang keluar pintu sambil tersedu-sedu dan pria yang tersenyum lebar.
Wawancara ini membuatnya mual!
Ia tidak begitu ingat dengan kejadian masa lalu, bahkan ia membenci masa lalu dan membiarkan waktu menghapusnya. Masa lalu hanya akan membangkitkan traumatik karena perlakuan keluarga angkatnya yang tidak manusiawi.
***
Setelah membeli sebungkus makanan dari Champago, ia memarkirkan mobil dan mematikan lantunan lagu lama milik Ed Sheeran dari stereo, lalu keluar menuju flat. Tiba-tiba ada sentakan cukup kuat menarik lengan kirinya.
“Maafkan aku mengejutkanmu, Mega! Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan,” kata seorang pria asing dengan nada serius.
“Tidak bisakah kau menemui orang dengan sopan! Aku bisa melaporkanmu ke polisi!” kata Mega sambil melototi pria itu, “lalu darimana kau tahu namaku?” tanyanya penasaran.
“Ayolah, Meg! Tidakkah kau mengingatku saat di ruang Radon? Sudahkah kau mengecek ponselmu? Ini berkaitan dengan Urafofu!” desak lelaki itu.
Mega memang merasa tidak asing dengan wajah pria ini, orang ini adalah pelamar yang berada di urutan kedua terakhir wawancara.
Mengapa lelaki ini mengikutiku dan berbicara tentang Urafofu? pikirnya bertanya-tanya sambil mencari ponsel dalam tas.
Ada beberapa pesan masuk dan satu sms dari nomor tidak dikenal. Ia membacanya dalam hati.
“Apakah bunyinya `Selamat! Anda diterima di PLTN Urafofu! kami mengharapkan kehadiran anda di  jembatan sebelah barat pada pukul 20.00. Jika anda tidak hadir, maka dianggap menolak jabatan ini. Terima kasih’ begitu kan, Meg?” Kata pria itu.
Mega terkejut mendengarnya dan menjawab lirih “Tidak, aku diminta bertemu di halaman pancuran hotel Emerald pukul 21.00.” Ia segera melihat arloji dan terkejut karena sudah pukul 19.50.
“Hey, apa artinya kau juga diterima? Lantas kenapa kau malah menghampiriku, kau harus cepat pergi!” perintah Mega sembari kembali menuju mobil, namun pria itu menarik tangannya lagi.
“Hey, apakah kau berniat mematahkan tanganku!” nada suara Mega meninggi.
“Kau terlalu terburu-buru, Meg! Tidakkah kau curiga dengan sistem penerimaan ini?”
“Apa maksudmu!” kata Mega tak bermaksud bertanya karena sudah ingin cepat-cepat mengakhiri pembicaraan.
BERSAMBUNG...
Newer Post Older Post Home

0 komentar: