Assalmu’alaikum...
Hei, sobat! Pernahkah
kalian menulis? Ya, Pernahlah. Pernahkah kalian mengetik? Ya, iyalah. Tapi,
pernahkah kalian menulis dan mengetik karya ilmiah?
Well,
sobat, saya dan partner saya, Reski mengikuti lomba Bioenergy yang diadakan
oleh Univerisitas Tanjungpura. Kami menulis tentang pendauran ulang sampah biji
palem ekor tupai menjadi briket. Sebelum saya melanjutkan tulisan ini, saya
ingin berterima kasih banyak kepada Allah SWT, dan orangtua kami, dan juga Pak
Rahmat Saputra selaku dosen pembimbing, Ibu Husna Amaya Melati selaku kepala
laboratorium Kimia FKIP Universitas Tanjungpura, serta pihak-pihak yang tidak
bisa kami sebutkan namun terjaga namanya dalam ingatan kami.
Saya dan Reski melepas penat diujung deadline pengumpulan naskah bioenergy,dengan foto-foto di taman UNTAN. |
Dalam
menyelesaikan tulisan kami, ada beberapa hal yang perlu diperhartikan yaitu
sistematika penulisan karya ilmiah yang terdiri dari beberapa bab, biasanya
sistematika tergantung dari instansi/lembaga yang mengadakan lomba. Namun
secara umum, penulisan karya ilmiah itu terdiri dari
1.
Halaman depan/ cover
2.
Abstrak
3.
Bab Inti ( pendahuluan,Tinjaun Pustaka,
Metodologi Penelitian dan Pembahasan)
4.
dan Bab Penutup
Nah, sobat! Bab-bab itu
kerap menghasilkan anak-anak alias poin-poin yang cukup rumit kalau kita kurang
pengalaman dalam menulis karya ilmiah. Maka dari itu, keseriusan menjadi
penting untuk menyumbangkan ilmu pengetahuan.
Hal lain yang harus diperhatikan sobat, kita tidak boleh
melakukan pekerjaan dengan tergesa-gesa. Kita harus merancang jadwal bagaimana proses
penulisan dan penelitian guna menghasilkan data yang betul, valid dan dapat
dipertanggung jawabkan.
Mengintip sedikit ke tulisan kami, bermula saat kami ada
urusan di ruang prodi tuk bertemu dengan seorang dosen. Karena dalam hati sudah
ada niat untuk menciptakan sesuatu yang baru melalui sampah organik, kami jadi
lebih sering memperhatikan sampah sekitar,
mana yang terbuang atau berserakan
sia-sia. Buah palem ekor tupai yang berwarna oranye terang yang berjatuhan di
ruang prodi itu menarik perhatian kami. Kami langsung ambil beberapa sampling
untuk kami lihat morfologinya secara kasar. Banyak kemiripan tempurung palem
ekor tupai dengan tempurung kelapa, dan faktanya biji palem ekor tupai memang
satu family dengan pohon kelapa. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa batok
kelapa menjadi sangat eksis setelah dimanfaatkan sebagai arang, sehingga kami
berinisiatif untuk membuat produk yang sama dengan bahan baku berbeda, yakni
mrnggunakan tempurung palem ekor tupai. Yuk, kami perlihatkan abstrak dari
tulisan kami yang berjudul “BriTPET (Briket Tempurung Palem Ekor Tupai) Sebagai
Energi Alternatif Terbarukan”,Irisan Buah Palem Ekor Tupai |
BriTPET |
Abstrak
Krisis energi menimbulkan kekhawatiran sehingga perlu
diupayakan sumber energi alternatif. Pembuatan BriTPET dilakukan di kediaman
penulis dan analisis BriTPET dilaksanakan di laboratorium pendidikan kimia FKIP
Untan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti efektivitas BriTPET melalui
sifat fisik dan kimia yang dihasilkannya sebagai bahan bakar alternatif
terbarukan. Pengujian briket dilakukan dengan menggunakan komposisi tempurung
palem ekor tupai dan serbuk kayu, serta faktor pembanding berupa briket
tempurung kelapa. Perlakuan menggunakan perbandingan 1:1. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa BriTPET dan briket tempurung kelapa memiliki densitas
masing-masing 0,73 gr/cm3 dan 0,67 g/cm3. Nilai kalor
BriTPET dan briket tempurung kelapa masing-masing sebesar 33.6 x 10-4 kalori dan 50,4 x 10-4 kalor. Hal
ini menunjukkan bahwa BriTPET dapat dijadikan sebagai energi alternatif. Semakin
tinggi densitas maka proses pembakaran berlangsung lama. Nilai kalor
berpengaruh terhadap laju pembakaran.
Kata kunci : Energi Alternatif, Biobriket, BriTPET, densitas,
nilai kalor.
Sekedar intermeso, sobat tahu kan kalau BBM bakalan naik
di bulan Juni 2013 ini. Sebenarnya, prospek bahan bakar bioenergi di Indonesia
itu sangat besar lho sobat, hanya saja pemerintah belum terlalu concern akan
hal ini. Tapi, kita doakan saja semoga penelitian ini mendapat bagian besar
dari APBN negara. Saya percaya, jika Indonesia ingin menghasilkan peradaban
maka penting sekali untuk mensupport penelitian ilmiah di negeri ini melalui
pencairan dana yang memadai.
Baguss TucH,, Pernh Bca Juga Dr Arang bambu...
ReplyDeleteMaksudnya bambu diolah jadi arang yaa, mbak yul? :)
Delete